Peraturan Presiden No 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Menimbang
a. | bahwa Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mempunyai peran penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional untuk peningkatan pelayanan publik dan pengembangan perekonomian nasional dan daerah; |
b. | bahwa untuk mewujudkan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu pengaturan Pengadaan Barang/Jasa yang memberikan pemenuhan nilai manfaat yang sebesar-besarnya (value for money) dan kontribusi dalam peningkatan penggunaan produk dalam negeri, peningkatan peran Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah serta pembangunan berkelanjutan; |
c.
|
bahwa Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah masih terdapat kekurangan dan belum menampung perkembangan kebutuhan Pemerintah mengenai pengaturan atas Pengadaan Barang/Jasa yang baik; |
d. | bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; |
Mengingat
1. | Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; |
2. | Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); |
3. | Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601); |
Menetapkan
PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini, yang dimaksud dengan:
1. | Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai dengan serah terima hasil pekerjaan. |
2. | Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. |
3. | Lembaga adalah organisasi non-Kementerian Negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya. |
4. | Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. |
5. | Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. |
6. | Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disingkat LKPP adalah lembaga Pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. |
7. | Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga/Perangkat Daerah. |
8. | Kuasa Pengguna Anggaran pada pelaksanaan APBN yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan. |
9. | Kuasa Pengguna Anggaran pada pelaksanaan APBD yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan pengguna anggaran dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Perangkat Daerah. |
10. | Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara/anggaran belanja daerah. |
11. | Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat UKPBJ adalah unit kerja di Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang menjadi pusat keunggulan Pengadaan Barang/Jasa. |
12. | Kelompok Kerja Pemilihan yang selanjutnya disebut Pokja Pemilihan adalah sumber daya manusia yang ditetapkan oleh pimpinan UKPBJ untuk mengelola pemilihan Penyedia. |
13. | Pejabat Pengadaan adalah pejabat administrasi/pejabat fungsional/personel yang bertugas melaksanakan Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung, dan/atau E-purchasing. |
14. | Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan yang selanjutnya disingkat PjPHP adalah pejabat administrasi/pejabat fungsional/personel yang bertugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa. |
15. | Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan yang selanjutnya disingkat PPHP adalah tim yang bertugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa. |
16. | Agen Pengadaan adalah UKPBJ atau Pelaku Usaha yang melaksanakan sebagian atau seluruh pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa yang diberi kepercayaan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah sebagai pihak pemberi pekerjaan. |
17. | Penyelenggara Swakelola adalah Tim yang menyelenggarakan kegiatan secara Swakelola. |
18. | Pengelola Pengadaan Barang/Jasa adalah Pejabat Fungsional yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa. |
19. | Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat RUP adalah daftar rencana Pengadaan Barang/Jasa yang akan dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah. |
20. | E-marketplace Pengadaan Barang/Jasa adalah pasar elektronik yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan barang/jasa pemerintah. |
21. | Layanan pengadaan secara elektronik adalah layanan pengelolaan teknologi informasi untuk memfasilitasi pelaksanaan pengadaan barang/jasa secara elektronik. |
22. | Aparat Pengawas Intern Pemerintah yang selanjutnya disebut APIP adalah aparat yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu, pemantauan, evaluasi, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi Pemerintah. |
23. | Pengadaan Barang/Jasa melalui swakelola yang selanjutnya disebut Swakelola adalah cara memperoleh barang/jasa yang dikerjakan sendiri oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah, Kementerian/ Lembaga/Perangkat Daerah lain, organisasi kemasyarakatan, atau kelompok masyarakat. |
24. | Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. |
25. | Kelompok Masyarakat adalah kelompok masyarakat yang melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa dengan dukungan anggaran dari APBN/APBD. |
26. | Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia adalah cara memperoleh barang/jasa yang disediakan oleh Pelaku Usaha. |
27. | Pelaku Usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. |
28. | Penyedia Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Penyedia adalah Pelaku Usaha yang menyediakan barang/jasa berdasarkan kontrak. |
29. | Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh Pengguna Barang. |
30. | Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu bangunan. |
31. | Jasa Konsultansi adalah jasa layanan profesional yang membutuhkan keahlian tertentu diberbagai bidang keilmuan yang mengutamakan adanya olah pikir. |
32. | Jasa Lainnya adalah jasa non-konsultansi atau jasa yang membutuhkan peralatan, metodologi khusus, dan/atau keterampilan dalam suatu sistem tata kelola yang telah dikenal luas di dunia usaha untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. |
33. | Harga Perkiraan Sendiri yang selanjutnya disingkat HPS adalah perkiraan harga barang/jasa yang ditetapkan oleh PPK. |
34. | Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta menarik kesimpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi. |
35. | Pembelian secara elektronik yang selanjutnya disebut E-purchasing adalah tata cara pembelian barang/jasa melalui sistem katalog elektronik. |
36. | Tender adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya. |
37. | Seleksi adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Jasa Konsultansi. |
38. | Tender/Seleksi Internasional adalah Pemilihan Penyedia Barang/Jasa dengan peserta pemilihan dapat berasal dari pelaku usaha nasional dan pelaku usaha asing. |
39. | Penunjukan Langsung adalah metode pemilihan untuk mendapatkan penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya dalam keadaan tertentu. |
40. | Pengadaan Langsung Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). |
41. | Pengadaan Langsung Jasa Konsultansi adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Jasa Konsultansi yang bernilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). |
42. | E-Reverse Auction adalah metode penawaran harga secara berulang. |
43. | Dokumen Pemilihan adalah dokumen yang ditetapkan oleh Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan yang memuat informasi dan ketentuan yang harus ditaati oleh para pihak dalam pemilihan Penyedia. |
44. | Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut kontrak adalah perjanjian tertulis antara PA/KPA/PPK dengan Penyedia Barang/Jasa atau pelaksana Swakelola. |
45. | Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. |
46. | Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri dan dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. |
47. | Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. |
48. | Surat Jaminan yang selanjutnya disebut Jaminan adalah jaminan tertulis yang dikeluarkan oleh Bank Umum/ Perusahaan Penjaminan/Perusahaan Asuransi/lembaga keuangan khusus yang menjalankan usaha di bidang pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk mendorong ekspor Indonesia sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di bidang lembaga pembiayaan ekspor Indonesia. |
49. | Sanksi Daftar Hitam adalah sanksi yang diberikan kepada Peserta Pemilihan/Penyedia berupa larangan mengikuti Pengadaan Barang/Jasa di seluruh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah dalam jangka waktu tertentu. |
50. | Pengadaan Berkelanjutan adalah Pengadaan Barang/Jasa yang bertujuan untuk mencapai nilai manfaat yang menguntungkan secara ekonomis tidak hanya untuk Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah sebagai penggunanya tetapi juga untuk masyarakat, serta signifikan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dalam keseluruhan siklus penggunaannya. |
51. | Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa adalah strategi Pengadaan Barang/Jasa yang menggabungkan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa sejenis. |
52. | Keadaan Kahar adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak para pihak dalam kontrak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, sehingga kewajiban yang ditentukan dalam kontrak menjadi tidak dapat dipenuhi. |
53. | Kepala Lembaga adalah Kepala LKPP. |
Pasal 2
Ruang lingkup pemberlakuan Peraturan Presiden ini meliputi:
a. | Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang menggunakan anggaran belanja dari APBN/APBD; |
b. | Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBN/APBD sebagaimana dimaksud pada huruf a, termasuk Pengadaan Barang/Jasa yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari pinjaman dalam negeri dan/atau hibah dalam negeri yang diterima oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah; dan/atau |
c. | Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBN/APBD sebagaimana dimaksud pada huruf a termasuk Pengadaan Barang/Jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri. |
Pasal 3
(1) | Pengadaan Barang/Jasa dalam Peraturan Presiden ini meliputi: | |
a. | Barang; | |
b. | Pekerjaan Konstruksi; | |
c. | Jasa Konsultansi; dan | |
d. | Jasa Lainnya. | |
(2) | Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara terintegrasi. | |
(3) | Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara: | |
a. | Swakelola; dan/atau | |
b. | Penyedia. |
BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN, PRINSIP, DAN ETIKA PENGADAAN BARANG/JASA
Pasal 4
Pengadaan Barang/Jasa bertujuan untuk:
a. | menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, jumlah, waktu, biaya, lokasi, dan Penyedia; |
b. | meningkatkan penggunaan produk dalam negeri; |
c. | meningkatkan peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah; |
d. | meningkatkan peran pelaku usaha nasional; |
e. | mendukung pelaksanaan penelitian dan pemanfaatan barang/jasa hasil penelitian; |
f. | meningkatkan keikutsertaan industri kreatif; |
g. | mendorong pemerataan ekonomi; dan |
h. | mendorong Pengadaan Berkelanjutan. |
Pasal 5
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa meliputi:
a. | meningkatkan kualitas perencanaan Pengadaan Barang/Jasa; |
b. | melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa yang lebih transparan, terbuka, dan kompetitif; |
c. | memperkuat kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia Pengadaan Barang/Jasa; |
d. | mengembangkan E-Marketplace Pengadaan Barang/Jasa; |
e. | menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, serta transaksi elektronik; |
f. | mendorong penggunaan barang/jasa dalam negeri dan Standar Nasional Indonesia (SNI); |
g. | memberikan kesempatan kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah; |
h. | mendorong pelaksanaan penelitian dan industri kreatif; dan |
i. | melaksanakan Pengadaan Berkelanjutan. |
Pasal 6
Pengadaan Barang/Jasa menerapkan prinsip sebagai berikut:
a. | efisien; |
b. | efektif; |
c. | transparan; |
d. | terbuka; |
e. | bersaing; |
f. | adil; dan |
g. | akuntabel. |
Pasal 7
(1) | Semua pihak yang terlibat dalam Pengadaan Barang/Jasa mematuhi etika sebagai berikut: | ||
a. | melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran, dan ketepatan tujuan Pengadaan Barang/Jasa; | ||
b. | bekerja secara profesional, mandiri, dan menjaga kerahasiaan informasi yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah penyimpangan Pengadaan Barang/Jasa; | ||
c. | tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat persaingan usaha tidak sehat; | ||
d. | menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis pihak yang terkait; | ||
e. | menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berakibat persaingan usaha tidak sehat dalam Pengadaan Barang/Jasa; | ||
f. | menghindari dan mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan negara; | ||
g. | menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi; dan | ||
h. | tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, dan apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa. | ||
(2) | Pertentangan kepentingan pihak yang terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dalam hal: | ||
a. | Direksi, Dewan Komisaris, atau personel inti pada suatu badan usaha, merangkap sebagai Direksi, Dewan Komisaris, atau personel inti pada badan usaha lain yang mengikuti Tender/Seleksi yang sama; | ||
b. | konsultan perencana/pengawas dalam Pekerjaan Konstruksi bertindak sebagai pelaksana Pekerjaan Konstruksi yang direncanakannya/diawasinya, kecuali dalam pelaksanaan pengadaan pekerjaan terintegrasi; | ||
c. | konsultan manajemen konstruksi berperan sebagai konsultan perencana; | ||
d. | pengurus/manajer koperasi merangkap sebagai PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan pada pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah; | ||
e. | PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan baik langsung maupun tidak langsung mengendalikan atau menjalankan badan usaha Penyedia; dan/atau | ||
f. | beberapa badan usaha yang mengikuti Tender/Seleksi yang sama, dikendalikan baik langsung maupun tidak langsung oleh pihak yang sama, dan/atau kepemilikan sahamnya lebih dari 50% (lima puluh persen) dikuasai oleh pemegang saham yang sama. |
BAB III
PELAKU PENGADAAN BARANG/JASA
Pasal 8
Pelaku Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas:
a. | PA; |
b. | KPA; |
c. | PPK; |
d. | Pejabat Pengadaan; |
e. | Pokja Pemilihan; |
f. | Agen Pengadaan; |
g. | PjPHP/PPHP; |
h. | Penyelenggara Swakelola; dan |
i. | Penyedia. |
Pasal 9
(1) | PA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a memiliki tugas dan kewenangan: | ||
a. | melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; | ||
b. | mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan; | ||
c. | menetapkan perencanaan pengadaan; | ||
d. | menetapkan dan mengumumkan RUP; | ||
e. | melaksanakan Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa; | ||
f. | menetapkan Penunjukan Langsung untuk Tender/Seleksi ulang gagal; | ||
g. | menetapkan PPK; | ||
h. | menetapkan Pejabat Pengadaan; | ||
i. | menetapkan PjPHP/PPHP; | ||
j. | menetapkan Penyelenggara Swakelola; | ||
k. | menetapkan tim teknis; | ||
l. | menetapkan tim juri/tim ahli untuk pelaksanaan melalui Sayembara/Kontes; | ||
m. | menyatakan Tender gagal/Seleksi gagal; dan | ||
n. | menetapkan pemenang pemilihan/Penyedia untuk metode pemilihan: | ||
1) | Tender/Penunjukan Langsung/E-purchasing untuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai Pagu Anggaran paling sedikit di atas Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); atau | ||
2) | Seleksi/Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai Pagu Anggaran paling sedikit di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). | ||
(2) | PA untuk pengelolaan APBN dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada KPA sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. | ||
(3) | PA untuk pengelolaan APBD dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai huruf f kepada KPA. |
Pasal 10
(1) | KPA dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b melaksanakan pendelegasian sesuai pelimpahan dari PA. | |
(2) | Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA berwenang menjawab Sanggah Banding peserta Tender Pekerjaan Konstruksi. | |
(3) | KPA dapat menugaskan PPK untuk melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang terkait dengan: | |
a. | melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; dan/atau | |
b. | mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan. | |
(4) | KPA dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa. | |
(5) | Dalam hal tidak ada personel yang dapat ditunjuk sebagai PPK, KPA dapat merangkap sebagai PPK. |
Pasal 11
(1) | PPK dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c memiliki tugas: | |
a. | menyusun perencanaan pengadaan; | |
b. | menetapkan spesifikasi teknis/Kerangka Acuan Kerja (KAK); | |
c. | menetapkan rancangan kontrak; | |
d. | menetapkan HPS; | |
e. | menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia; | |
f. | mengusulkan perubahan jadwal kegiatan; | |
g. | menetapkan tim pendukung; | |
h. | menetapkan tim atau tenaga ahli; | |
i. | melaksanakan E-purchasing untuk nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); | |
j. | menetapkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa; | |
k. | mengendalikan Kontrak; | |
l. | melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan kepada PA/KPA; | |
m. | menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada PA/KPA dengan berita acara penyerahan; | |
n. | menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan; dan | |
o. | menilai kinerja Penyedia. | |
(2) | Selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPK melaksanakan tugas pelimpahan kewenangan dari PA/KPA, meliputi: | |
a. | melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; dan | |
b. | mengadakan dan menetapkan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan. | |
(3) | PPK dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa. |
Pasal 12
Pejabat Pengadaan dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf d memiliki tugas:
a. | melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Pengadaan Langsung; |
b. | melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Penunjukan Langsung untuk pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); |
c. | melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Penunjukan Langsung untuk pengadaan Jasa Konsultansi yang bernilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); dan |
d. | melaksanakan E-purchasing yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). |
Pasal 13
(1) | Pokja Pemilihan dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf e memiliki tugas: | ||
a. | melaksanakan persiapan dan pelaksanaan pemilihan Penyedia; | ||
b. | melaksanakan persiapan dan pelaksanaan pemilihan Penyedia untuk katalog elektronik; dan | ||
c. | menetapkan pemenang pemilihan/Penyedia untuk metode pemilihan: | ||
1) | Tender/Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai Pagu Anggaran paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); dan | ||
2) | Seleksi/Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai Pagu Anggaran paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). | ||
(2) | Pokja Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beranggotakan 3 (tiga) orang. | ||
(3) | Dalam hal berdasarkan pertimbangan kompleksitas pemilihan Penyedia, anggota Pokja Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditambah sepanjang berjumlah gasal. | ||
(4) | Pokja Pemilihan dapat dibantu oleh tim atau tenaga ahli. |
Pasal 14
(1) | Agen Pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf f dapat melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa. |
(2) | Pelaksanaan tugas Agen Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mutatis mutandis dengan tugas Pokja Pemilihan dan/atau PPK. |
(3) | Pelaksanaan tugas Pokja Pemilihan dan/atau PPK dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(4) | Ketentuan lebih lanjut mengenai Agen Pengadaan diatur dengan Peraturan Kepala Lembaga. |
Pasal 15
(1) | PjPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf g memiliki tugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan Jasa Konsultansi yang bernilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). |
(2) | PPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf g memiliki tugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan Jasa Konsultansi yang bernilai paling sedikit di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). |
Pasal 16
(1) | Penyelenggara Swakelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf h terdiri atas Tim Persiapan, Tim Pelaksana, dan/atau Tim Pengawas. |
(2) | Tim Persiapan memiliki tugas menyusun sasaran, rencana kegiatan, jadwal pelaksanaan, dan rencana biaya. |
(3) | Tim Pelaksana memiliki tugas melaksanakan, mencatat, mengevaluasi, dan melaporkan secara berkala kemajuan pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran. |
(4) | Tim Pengawas memiliki tugas mengawasi persiapan dan pelaksanaan fisik maupun administrasi Swakelola. |
Pasal 17
(1) | Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf i wajib memenuhi kualifikasi sesuai dengan barang/jasa yang diadakan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | |
(2) | Penyedia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas: | |
a. | pelaksanaan Kontrak; | |
b. | kualitas barang/jasa; | |
c. | ketepatan perhitungan jumlah atau volume; | |
d. | ketepatan waktu penyerahan; dan | |
e. | ketepatan tempat penyerahan. |
BAB IV
PERENCANAAN PENGADAAN
Pasal 18
(1) | Perencanaan pengadaan meliputi identifikasi kebutuhan, penetapan barang/jasa, cara, jadwal, dan anggaran Pengadaan Barang/Jasa. | ||
(2) | Perencanaan pengadaan yang dananya bersumber dari APBN dilakukan bersamaan dengan proses penyusunan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja K/L) setelah penetapan Pagu Indikatif. | ||
(3) | Perencanaan Pengadaan yang dananya bersumber dari APBD dilakukan bersamaan dengan proses penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perangkat Daerah (RKA Perangkat Daerah) setelah nota kesepakatan Kebijakan Umum APBD serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS). | ||
(4) | Perencanaan Pengadaan terdiri dari: | ||
a. | Perencanaan pengadaan melalui Swakelola; dan/atau | ||
b. | Perencanaan pengadaan melalui Penyedia. | ||
(5) | Perencanaan pengadaan melalui Swakelola meliputi kegiatan sebagai berikut: | ||
a. | penetapan tipe Swakelola; | ||
b. | penyusunan spesifikasi teknis/KAK; dan | ||
c. | penyusunan perkiraan biaya/Rencana Anggaran Biaya (RAB). | ||
(6) | Tipe Swakelola sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a terdiri atas: | ||
a. | Tipe I yaitu Swakelola yang direncanakan, dilaksanakan, dan diawasi oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah penanggung jawab anggaran; | ||
b. | Tipe II yaitu Swakelola yang direncanakan dan diawasi oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah penanggung jawab anggaran dan dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah lain pelaksana Swakelola; | ||
c. | Tipe III yaitu Swakelola yang direncanakan dan diawasi oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah penanggung jawab anggaran dan dilaksanakan oleh Ormas pelaksana Swakelola; atau | ||
d. | Tipe IV yaitu Swakelola yang direncanakan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah penanggung jawab anggaran dan/atau berdasarkan usulan Kelompok Masyarakat, dan dilaksanakan serta diawasi oleh Kelompok Masyarakat pelaksana Swakelola. | ||
(7) | Perencanaan Pengadaan melalui Penyedia meliputi kegiatan: | ||
a. | penyusunan spesifikasi teknis/KAK; | ||
b. | penyusunan perkiraan biaya/RAB; | ||
c. | pemaketan Pengadaan Barang/Jasa; | ||
d. | Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa; dan | ||
e. | penyusunan biaya pendukung. | ||
(8) | Hasil perencanaan Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dimuat dalam RUP. |
Pasal 19
(1) | Dalam menyusun spesifikasi teknis/KAK: | |
a. | menggunakan produk dalam negeri; | |
b. | menggunakan produk bersertifikat SNI; dan | |
c. | memaksimalkan penggunaan produk industri hijau. | |
(2) | Dalam penyusunan spesifikasi teknis/KAK dimungkinkan penyebutan merek terhadap: | |
a. | komponen barang/jasa; | |
b. | suku cadang; | |
c. | bagian dari satu sistem yang sudah ada; | |
d. | barang/jasa dalam katalog elektronik; atau | |
e. | barang/jasa pada Tender Cepat. | |
(3) | Pemenuhan penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan produk bersertifikat SNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan sepanjang tersedia dan tercukupi. |
Pasal 20
(1) | Pemaketan Pengadaan Barang/Jasa dilakukan dengan berorientasi pada: | ||
a. | keluaran atau hasil; | ||
b. | volume barang/jasa; | ||
c. | ketersediaan barang/jasa; | ||
d. | kemampuan Pelaku Usaha; dan/atau | ||
e. | ketersediaan anggaran belanja. | ||
(2) | Dalam melakukan pemaketan Pengadaan Barang/Jasa, dilarang: | ||
a. | menyatukan atau memusatkan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa yang tersebar di beberapa lokasi/daerah yang menurut sifat pekerjaan dan tingkat efisiensinya seharusnya dilakukan di beberapa lokasi/daerah masing-masing; | ||
b. | menyatukan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa yang menurut sifat dan jenis pekerjaannya harus dipisahkan; | ||
c. | menyatukan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa yang besaran nilainya seharusnya dilakukan oleh usaha kecil; dan/atau | ||
d. | memecah Pengadaan Barang/Jasa menjadi beberapa paket dengan maksud menghindari Tender/Seleksi. |
Pasal 21
(1) | Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa dilakukan pada tahap perencanaan pengadaan, persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia, dan/atau persiapan pemilihan Penyedia. |
(2) | Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa dilaksanakan oleh PA/KPA/PPK dan/atau UKPBJ. |
Pasal 22
(1) | Pengumuman RUP Kementerian/Lembaga dilakukan setelah penetapan alokasi anggaran belanja. |
(2) | Pengumuman RUP Perangkat Daerah dilakukan setelah rancangan Peraturan Daerah tentang APBD disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. |
(3) | Pengumuman RUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilakukan melalui aplikasi Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP). |
(4) | Pengumuman RUP melalui SIRUP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat ditambahkan dalam situs web Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah, papan pengumuman resmi untuk masyarakat, surat kabar, dan/atau media lainnya. |
(5) | Pengumuman RUP dilakukan kembali dalam hal terdapat perubahan/revisi paket pengadaan atau Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)/Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA). |
BAB V
PERSIAPAN PENGADAAN BARANG/JASA
Pasal 23
(1) | Persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola meliputi penetapan sasaran, Penyelenggara Swakelola, rencana kegiatan, jadwal pelaksanaan, dan RAB. | |
(2) | Penetapan sasaran pekerjaan Swakelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh PA/KPA. | |
(3) | Penetapan Penyelenggara Swakelola dilakukan sebagai berikut: | |
a. | tipe I Penyelenggara Swakelola ditetapkan oleh PA/KPA; | |
b. | Tipe II Tim Persiapan dan Tim Pengawas ditetapkan oleh PA/KPA, serta Tim Pelaksana ditetapkan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah lain pelaksana Swakelola; | |
c. | Tipe III Tim Persiapan dan Tim Pengawas ditetapkan oleh PA/KPA serta Tim Pelaksana ditetapkan oleh pimpinan Ormas pelaksana Swakelola; atau | |
d. | Tipe IV Penyelenggara Swakelola ditetapkan oleh pimpinan Kelompok Masyarakat pelaksana Swakelola. | |
(4) | Rencana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh PPK dengan memperhitungkan tenaga ahli/peralatan/bahan tertentu yang dilaksanakan dengan Kontrak tersendiri. | |
(5) | Tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat digunakan dalam pelaksanaan Swakelola tipe I dan jumlah tenaga ahli tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari jumlah anggota Tim Pelaksana. | |
(6) | Hasil persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam KAK kegiatan/subkegiatan/output. | |
(7) | Rencana kegiatan yang diusulkan oleh Kelompok Masyarakat dievaluasi dan ditetapkan oleh PPK. |
Pasal 24
(1) | Biaya pengadaan barang/jasa melalui Swakelola dihitung berdasarkan komponen biaya pelaksanaan Swakelola. |
(2) | PA dapat mengusulkan standar biaya masukan/keluaran Swakelola kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara atau kepala daerah. |
Pasal 25
Persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia oleh PPK meliputi kegiatan:
a. | menetapkan HPS; |
b. | menetapkan rancangan kontrak; |
c. | menetapkan spesifikasi teknis/KAK; dan/atau |
d. | menetapkan uang muka, jaminan uang muka, jaminan pelaksanaan, jaminan pemeliharaan, sertifikat garansi, dan/atau penyesuaian harga. |
Pasal 26
(1) | HPS dihitung secara keahlian dan menggunakan data yang dapat dipertanggungjawabkan. | |
(2) | HPS telah memperhitungkan keuntungan dan biaya tidak langsung (overhead cost). | |
(3) | Nilai HPS bersifat terbuka dan tidak bersifat rahasia. | |
(4) | Total HPS merupakan hasil perhitungan HPS ditambah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). | |
(5) | HPS digunakan sebagai: | |
a. | alat untuk menilai kewajaran harga penawaran dan/atau kewajaran harga satuan; | |
b. | dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah dalam Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya; dan | |
c. | dasar untuk menetapkan besaran nilai Jaminan Pelaksanaan bagi penawaran yang nilainya lebih rendah 80% (delapan puluh persen) dari nilai HPS. | |
(6) | HPS tidak menjadi dasar perhitungan besaran kerugian negara. | |
(7) | Penyusunan HPS dikecualikan untuk Pengadaan Barang/Jasa dengan Pagu Anggaran paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), E-purchasing, dan Tender pekerjaan terintegrasi. | |
(8) | Penetapan HPS paling lama 28 (dua puluh delapan) hari kerja sebelum batas akhir untuk: | |
a. | pemasukan penawaran untuk pemilihan dengan pascakualifikasi; atau | |
b. | pemasukan dokumen kualifikasi untuk pemilihan dengan prakualifikasi. |
Pasal 27
(1) | Jenis Kontrak Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya terdiri atas: | |
a. | Lumsum; | |
b. | Harga Satuan; | |
c. | Gabungan Lumsum dan Harga Satuan; | |
d. | Terima Jadi (Turnkey); dan | |
e. | Kontrak Payung. | |
(2) | Jenis Kontrak Pengadaan Jasa Konsultansi terdiri atas: | |
a. | Lumsum; | |
b. | Waktu Penugasan; dan | |
c. | Kontrak Payung. | |
(3) | Kontrak Lumsum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a merupakan kontrak dengan ruang lingkup pekerjaan dan jumlah harga yang pasti dan tetap dalam batas waktu tertentu, dengan ketentuan sebagai berikut: | |
a. | semua risiko sepenuhnya ditanggung oleh Penyedia; | |
b. | berorientasi kepada keluaran; dan | |
c. | pembayaran didasarkan pada tahapan produk/keluaran yang dihasilkan sesuai dengan Kontrak. | |
(4) | Kontrak Harga Satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan harga satuan yang tetap untuk setiap satuan atau unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu yang telah ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut: | |
a. | volume atau kuantitas pekerjaannya masih bersifat perkiraan pada saat Kontrak ditandatangani; | |
b. | pembayaran berdasarkan hasil pengukuran bersama atas realisasi volume pekerjaan; dan | |
c. | nilai akhir kontrak ditetapkan setelah seluruh pekerjaan diselesaikan. | |
(5) | Kontrak gabungan Lumsum dan Harga Satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya gabungan Lumsum dan Harga Satuan dalam 1 (satu) pekerjaan yang diperjanjikan. | |
(6) | Kontrak Terima Jadi (Turnkey) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan Kontrak Pengadaan Pekerjaan Konstruksi atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu dengan ketentuan sebagai berikut: | |
a. | jumlah harga pasti dan tetap sampai seluruh pekerjaan selesai dilaksanakan; dan | |
b. | pembayaran dapat dilakukan berdasarkan termin sesuai kesepakatan dalam Kontrak. | |
(7) | Kontrak Payung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan ayat (2) huruf c dapat berupa kontrak harga satuan dalam periode waktu tertentu untuk barang/jasa yang belum dapat ditentukan volume dan/atau waktu pengirimannya pada saat Kontrak ditandatangani. | |
(8) | Kontrak berdasarkan Waktu Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan Kontrak Jasa Konsultansi untuk pekerjaan yang ruang lingkupnya belum bisa didefinisikan dengan rinci dan/atau waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan belum bisa dipastikan. | |
(9) | Kontrak Tahun Jamak merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang membebani lebih dari satu Tahun Anggaran dilakukan setelah mendapatkan persetujuan pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dapat berupa: | |
a. | pekerjaan yang penyelesaiannya lebih dari 12 (dua belas) bulan atau lebih dari 1 (satu) Tahun Anggaran; atau | |
b. | pekerjaan yang memberikan manfaat lebih apabila dikontrakkan untuk jangka waktu lebih dari 1 (satu) Tahun Anggaran dan paling lama 3 (tiga) Tahun Anggaran. |
Pasal 28
(1) | Bentuk kontrak terdiri atas: | |
a. | bukti pembelian/pembayaran; | |
b. | kuitansi; | |
c. | Surat Perintah Kerja (SPK); | |
d. | surat perjanjian; dan | |
e. | surat pesanan. | |
(2) | Bukti pembelian/pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). | |
(3) | Kuitansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). | |
(4) | SPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c digunakan untuk Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan nilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), dan Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dengan nilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). | |
(5) | Surat perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan untuk Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling sedikit di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). | |
(6) | Surat pesanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa melalui E-purchasing atau pembelian melalui toko daring. | |
(7) | Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dokumen pendukung Kontrak, diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara dan/atau menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang pemerintahan dalam negeri. |
Pasal 29
(1) | Uang muka dapat diberikan untuk persiapan pelaksanaan pekerjaan. | |
(2) | Uang muka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut: | |
a. | paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari nilai kontrak untuk Usaha Kecil; | |
b. | paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari nilai kontrak untuk usaha non-kecil dan Penyedia Jasa Konsultansi; atau | |
c. | paling tinggi 15% (lima belas persen) dari nilai kontrak untuk Kontrak Tahun Jamak. | |
(3) | Pemberian uang muka dicantumkan pada rancangan kontrak yang terdapat dalam Dokumen Pemilihan. |
Pasal 30
(1) | Jaminan Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas: | |
a. | Jaminan Penawaran; | |
b. | Jaminan Sanggah Banding; | |
c. | Jaminan Pelaksanaan; | |
d. | Jaminan Uang Muka; dan | |
e. | Jaminan Pemeliharaan. | |
(2) | Jaminan Penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan Jaminan Sanggah Banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya untuk pengadaan Pekerjaan Konstruksi. | |
(3) | Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa bank garansi atau surety bond. | |
(4) | Bentuk jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat: | |
a. | tidak bersyarat; | |
b. | mudah dicairkan; dan | |
c. | harus dicairkan oleh penerbit jaminan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah surat perintah pencairan dari Pokja Pemilihan/PPK/Pihak yang diberi kuasa oleh Pokja Pemilihan/PPK diterima. | |
(5) | Pengadaan Jasa Konsultansi tidak diperlukan Jaminan Penawaran, Jaminan Sanggah Banding, Jaminan Pelaksanaan, dan Jaminan Pemeliharaan. | |
(6) | Jaminan dari Bank Umum, Perusahaan Penjaminan, Perusahaan Asuransi, lembaga keuangan khusus yang menjalankan usaha di bidang pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk mendorong ekspor Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lembaga pembiayaan ekspor Indonesia dapat digunakan untuk semua jenis Jaminan. | |
(7) | Perusahaan Penjaminan, Perusahaan Asuransi, dan lembaga keuangan khusus yang menjalankan usaha di bidang pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk mendorong ekspor Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lembaga pembiayaan ekspor Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (6) adalah Perusahaan Penerbit Jaminan yang memiliki izin usaha dan pencatatan produk suretyship di Otoritas Jasa Keuangan. |
Pasal 31
(1) | Jaminan Penawaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) diberlakukan untuk nilai total HPS paling sedikit di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). |
(2) | Jaminan Penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) besarnya antara 1% (satu persen) hingga 3% (tiga persen) dari nilai total HPS. |
(3) | Untuk Pekerjaan Konstruksi terintegrasi, Jaminan Penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) besarnya antara 1% (satu persen) hingga 3% (tiga persen) dari nilai Pagu Anggaran. |
Pasal 32
(1) | Jaminan Sanggah Banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) besarnya 1% (satu persen) dari nilai total HPS. |
(2) | Untuk Pekerjaan Konstruksi terintegrasi, Jaminan Sanggah Banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) besarnya 1% (satu persen) dari nilai Pagu Anggaran. |
Pasal 33
(1) | Jaminan Pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf c diberlakukan untuk Kontrak Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). | |
(2) | Jaminan Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan, dalam hal: | |
a. | Pengadaan Jasa Lainnya yang aset Penyedia sudah dikuasai oleh Pengguna; atau | |
b. | Pengadaan Barang/Jasa melalui E-purchasing. | |
(3) | Besaran nilai Jaminan Pelaksanaan adalah sebagai berikut: | |
a. | untuk nilai penawaran terkoreksi antara 80% (delapan puluh persen) sampai dengan 100% (seratus persen) dari nilai HPS, Jaminan Pelaksanaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai kontrak; atau | |
b. | untuk nilai penawaran terkoreksi di bawah 80% (delapan puluh persen) dari nilai HPS, besarnya Jaminan Pelaksanaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai total HPS. | |
(4) | Besaran nilai Jaminan Pelaksanaan untuk pekerjaan terintegrasi adalah sebagai berikut: | |
a. | untuk nilai penawaran antara 80% (delapan puluh persen) sampai dengan 100% (seratus persen) dari nilai Pagu Anggaran, Jaminan Pelaksanaan adalah sebesar 5% (lima persen) dari nilai kontrak; atau | |
b. | untuk nilai penawaran di bawah 80% (delapan puluh persen) dari nilai Pagu Anggaran, Jaminan Pelaksanaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai Pagu Anggaran. | |
(5) | Jaminan Pelaksanaan berlaku sampai dengan serah terima pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa Lainnya atau serah terima pertama Pekerjaan Konstruksi. |
Pasal 34
(1) | Jaminan Uang Muka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf d diserahkan Penyedia kepada PPK senilai uang muka. |
(2) | Nilai Jaminan Uang Muka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertahap dapat dikurangi secara proporsional sesuai dengan sisa uang muka yang diterima. |
Pasal 35
(1) | Jaminan Pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf e diberlakukan untuk Pekerjaan Konstruksi atau Jasa Lainnya yang membutuhkan masa pemeliharaan dalam hal Penyedia menerima uang retensi pada serah terima pekerjaan pertama (Provisional Hand Over). |
(2) | Jaminan Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembalikan 14 (empat belas) hari kerja setelah masa pemeliharaan selesai. |
(3) | Besaran nilai Jaminan Pemeliharaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai kontrak. |
Pasal 36
(1) | Sertifikat Garansi diberikan terhadap kelaikan penggunaan barang hingga jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan dalam Kontrak. |
(2) | Sertifikat Garansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh produsen atau pihak yang ditunjuk secara sah oleh produsen. |
Pasal 37
(1) | Penyesuaian harga dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: | |
a. | diberlakukan terhadap Kontrak Tahun Jamak dengan jenis kontrak Harga Satuan atau Kontrak berdasarkan Waktu Penugasan sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang telah tercantum dalam Dokumen Pemilihan dan/atau perubahan Dokumen Pemilihan; dan | |
b. | tata cara penghitungan penyesuaian harga harus dicantumkan dengan jelas dalam Dokumen Pemilihan dan/atau perubahan Dokumen Pemilihan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Kontrak. | |
(2) | Persyaratan dan tata cara penghitungan penyesuaian harga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: | |
a. | penyesuaian harga diberlakukan pada Kontrak Tahun Jamak yang masa pelaksanaannya lebih dari 18 (delapan belas) bulan; | |
b. | penyesuaian harga sebagaimana dimaksud pada huruf a diberlakukan mulai bulan ke-13 (tiga belas) sejak pelaksanaan pekerjaan; | |
c. | penyesuaian harga satuan berlaku bagi seluruh kegiatan/mata pembayaran, kecuali komponen keuntungan, biaya tidak langsung (overhead cost), dan harga satuan timpang sebagaimana tercantum dalam penawaran; | |
d. | penyesuaian harga satuan diberlakukan sesuai dengan jadwal pelaksanaan yang tercantum dalam Kontrak; | |
e. | penyesuaian harga satuan bagi komponen pekerjaan yang berasal dari luar negeri, menggunakan indeks penyesuaian harga dari negara asal barang tersebut; | |
f. | jenis pekerjaan baru dengan harga satuan baru sebagai akibat adanya adendum kontrak dapat diberikan penyesuaian harga mulai bulan ke-13 (tiga belas) sejak adendum kontrak tersebut ditandatangani; dan | |
g. | indeks yang digunakan dalam hal pelaksanaan Kontrak terlambat disebabkan oleh kesalahan Penyedia adalah indeks terendah antara jadwal kontrak dan realisasi pekerjaan. |
Pasal 38
(1) | Metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya terdiri atas: | |
a. | E-purchasing; | |
b. | Pengadaan Langsung; | |
c. | Penunjukan Langsung; | |
d. | Tender Cepat; atau | |
e. | Tender. | |
(2) | E-purchasing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang sudah tercantum dalam katalog elektronik. | |
(3) | Pengadaan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). | |
(4) | Penunjukan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dalam keadaan tertentu. | |
(5) | Kriteria Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya untuk keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi: | |
a. | penyelenggaraan penyiapan kegiatan yang mendadak untuk menindaklanjuti komitmen internasional yang dihadiri oleh Presiden/Wakil Presiden; | |
b. | barang/jasa yang bersifat rahasia untuk kepentingan Negara meliputi intelijen, perlindungan saksi, pengamanan Presiden dan Wakil Presiden, Mantan Presiden dan Mantan Wakil Presiden beserta keluarganya serta tamu negara setingkat kepala negara/kepala pemerintahan, atau barang/jasa lain bersifat rahasia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; | |
c. | Pekerjaan Konstruksi bangunan yang merupakan satu kesatuan sistem konstruksi dan satu kesatuan tanggung jawab atas risiko kegagalan bangunan yang secara keseluruhan tidak dapat direncanakan/diperhitungkan sebelumnya; | |
d. | Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang hanya dapat disediakan oleh 1 (satu) Pelaku Usaha yang mampu; | |
e. | pengadaan dan penyaluran benih unggul yang meliputi benih padi, jagung, dan kedelai, serta pupuk yang meliputi Urea, NPK, dan ZA kepada petani dalam rangka menjamin ketersediaan benih dan pupuk secara tepat dan cepat untuk pelaksanaan peningkatan ketahanan pangan; | |
f. | pekerjaan prasarana, sarana, dan utilitas umum di lingkungan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang dilaksanakan oleh pengembang yang bersangkutan; | |
g. | Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang spesifik dan hanya dapat dilaksanakan oleh pemegang hak paten, atau pihak yang telah mendapat izin dari pemegang hak paten, atau pihak yang menjadi pemenang tender untuk mendapatkan izin dari pemerintah; atau | |
h. | Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang setelah dilakukan Tender ulang mengalami kegagalan. | |
(6) | Tender Cepat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilaksanakan, dalam hal: | |
a. | spesifikasi dan volume pekerjaannya sudah dapat ditentukan secara rinci; dan | |
b. | Pelaku Usaha telah terkualifikasi dalam Sistem Informasi Kinerja Penyedia. | |
(7) | Tender sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilaksanakan dalam hal tidak dapat menggunakan metode pemilihan Penyedia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf d. |
Pasal 39
(1) | Metode evaluasi penawaran Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dilakukan dengan: | |
a. | Sistem Nilai; | |
b. | Penilaian Biaya Selama Umur Ekonomis; atau | |
c. | Harga Terendah. | |
(2) | Metode evaluasi Sistem Nilai digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang memperhitungkan penilaian teknis dan harga. | |
(3) | Metode evaluasi Penilaian Biaya Selama Umur Ekonomis digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang memperhitungkan faktor umur ekonomis, harga, biaya operasional, biaya pemeliharaan, dan nilai sisa dalam jangka waktu operasi tertentu. | |
(4) | Metode evaluasi Harga Terendah digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dalam hal harga menjadi dasar penetapan pemenang di antara penawaran yang memenuhi persyaratan teknis. |
Pasal 40
(1) | Metode penyampaian dokumen penawaran dalam pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dilakukan dengan: | |
a. | satu file; | |
b. | dua file; atau | |
c. | dua tahap. | |
(2) | Metode satu file digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang menggunakan metode evaluasi Harga Terendah. | |
(3) | Metode dua file digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang memerlukan penilaian teknis terlebih dahulu. | |
(4) | Metode dua tahap digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang memiliki karakteristik sebagai berikut: | |
a. | spesifikasi teknisnya belum bisa ditentukan dengan pasti; | |
b. | mempunyai beberapa alternatif penggunaan sistem dan desain penerapan teknologi yang berbeda; | |
c. | dimungkinkan perubahan spesifikasi teknis berdasarkan klarifikasi penawaran teknis yang diajukan; dan/atau | |
d. | membutuhkan penyetaraan teknis. |
Pasal 41
(1) | Metode pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi terdiri atas: | |
a. | Seleksi; | |
b. | Pengadaan Langsung; dan | |
c. | Penunjukan Langsung. | |
(2) | Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan untuk Jasa Konsultansi bernilai paling sedikit di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). | |
(3) | Pengadaan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan untuk Jasa Konsultansi yang bernilai sampai dengan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). | |
(4) | Penunjukan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan untuk Jasa Konsultansi dalam keadaan tertentu. | |
(5) | Kriteria Jasa Konsultansi dalam keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi: | |
a. | Jasa Konsultansi yang hanya dapat dilakukan oleh 1 (satu) Pelaku Usaha yang mampu; | |
b. | Jasa Konsultansi yang hanya dapat dilakukan oleh 1 (satu) pemegang hak cipta yang telah terdaftar atau pihak yang telah mendapat izin pemegang hak cipta; | |
c. | Jasa Konsultansi di bidang hukum meliputi konsultan hukum/advokasi atau pengadaan arbiter yang tidak direncanakan sebelumnya, untuk menghadapi gugatan dan/atau tuntutan hukum dari pihak tertentu, yang sifat pelaksanaan pekerjaan dan/atau pembelaannya harus segera dan tidak dapat ditunda; atau | |
d. | Permintaan berulang (repeat order) untuk Penyedia Jasa Konsultansi yang sama. | |
(6) | Dalam hal dilakukan Penunjukan Langsung untuk Penyedia Jasa Konsultansi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf d, diberikan batasan paling banyak 2 (dua) kali. |
Pasal 42
(1) | Metode evaluasi penawaran Penyedia Jasa Konsultansi dilakukan dengan: | |
a. Kualitas dan Biaya; | ||
b. Kualitas; | ||
c. Pagu Anggaran; atau | ||
d. Biaya Terendah. | ||
(2) | Metode evaluasi Kualitas dan Biaya digunakan untuk pekerjaan yang ruang lingkup pekerjaan, jenis tenaga ahli, dan waktu penyelesaian pekerjaan dapat diuraikan dengan pasti dalam KAK. | |
(3) | Metode evaluasi Kualitas digunakan untuk pekerjaan yang ruang lingkup pekerjaan, jenis tenaga ahli, dan waktu penyelesaian pekerjaan tidak dapat diuraikan dengan pasti dalam KAK atau untuk pekerjaan Penyedia Jasa Konsultansi Perorangan. | |
(4) | Metode evaluasi Pagu Anggaran hanya digunakan untuk ruang lingkup pekerjaan sederhana yang dapat diuraikan dengan pasti dalam KAK dan penawaran tidak boleh melebihi Pagu Anggaran. | |
(5) | Metode evaluasi Biaya Terendah hanya digunakan untuk pekerjaan standar atau bersifat rutin yang praktik dan standar pelaksanaan pekerjaannya sudah mapan. |
Pasal 43
(1) | Metode penyampaian dokumen penawaran pada pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi melalui Pengadaan Langsung dan Penunjukan Langsung menggunakan metode satu file. |
(2) | Metode penyampaian dokumen penawaran pada pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi melalui Seleksi menggunakan metode dua file. |
Pasal 44
(1) | Kualifikasi merupakan evaluasi kompetensi, kemampuan usaha, dan pemenuhan persyaratan sebagai Penyedia. | |
(2) | Kualifikasi dilakukan dengan pascakualifikasi atau prakualifikasi. | |
(3) | Pascakualifikasi dilaksanakan pada pelaksanaan pemilihan sebagai berikut: | |
a. | Tender Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya untuk Pengadaan yang bersifat tidak kompleks; atau | |
b. | Seleksi Jasa Konsultansi Perorangan. | |
(4) | Kualifikasi pada pascakualifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan evaluasi penawaran dengan menggunakan metode sistem gugur. | |
(5) | Prakualifikasi dilaksanakan pada pelaksanaan pemilihan sebagai berikut: | |
a. | Tender Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya untuk Pengadaan yang bersifat kompleks; | |
b. | Seleksi Jasa Konsultansi Badan Usaha; atau | |
c. | Penunjukan Langsung Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi Badan Usaha/Jasa Konsultansi Perorangan/Jasa Lainnya. | |
(6) | Kualifikasi pada prakualifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan sebelum pemasukan penawaran dengan menggunakan metode: | |
a. | sistem gugur untuk Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya; atau | |
b. | sistem pembobotan dengan ambang batas untuk Penyedia Jasa Konsultansi. | |
(7) | Hasil prakualifikasi menghasilkan: | |
a. | daftar peserta Tender Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya; atau | |
b. | daftar pendek peserta Seleksi Jasa Konsultansi. | |
(8) | Dalam hal Pelaku Usaha telah terkualifikasi dalam Sistem Informasi Kinerja Penyedia, tidak diperlukan pembuktian kualifikasi. | |
(9) | Pokja Pemilihan dilarang menambah persyaratan kualifikasi yang diskriminatif dan tidak objektif. | |
(10) | Pengadaan Barang/Jasa yang bersifat kompleks sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a adalah pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang mempunyai risiko tinggi, memerlukan teknologi tinggi, menggunakan peralatan yang didesain khusus, dan/atau sulit mendefinisikan secara teknis bagaimana cara memenuhi kebutuhan dan tujuan Pengadaan Barang/Jasa. |
Pasal 45
Jadwal pemilihan untuk setiap tahapan ditetapkan berdasarkan alokasi waktu yang cukup bagi Pokja Pemilihan dan peserta pemilihan sesuai dengan kompleksitas pekerjaan.
Pasal 46
Dokumen Pemilihan terdiri atas:
a. | Dokumen Kualifikasi; dan |
b. | Dokumen Tender/Seleksi/Penunjukan Langsung/Pengadaan Langsung. |
BAB VI
PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA MELALUI SWAKELOLA
Pasal 47
(1) | Pelaksanaan Swakelola tipe I dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: | |
a. | PA/KPA dapat menggunakan pegawai Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah lain dan/atau tenaga ahli; | |
b. | Penggunaan tenaga ahli tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari jumlah Tim Pelaksana; dan | |
c. | Dalam hal dibutuhkan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia, dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Peraturan Presiden ini. | |
(2) | Pelaksanaan Swakelola tipe II dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: | |
a. | PA/KPA melakukan kesepakatan kerja sama dengan Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah lain pelaksana Swakelola; dan | |
b. | PPK menandatangani Kontrak dengan Ketua Tim Pelaksana Swakelola sesuai dengan kesepakatan kerjasama sebagaimana dimaksud pada huruf a. | |
(3) | Pelaksanaan Swakelola tipe III dilakukan berdasarkan kontrak PPK dengan pimpinan Ormas. | |
(4) | Pelaksanaan Swakelola tipe IV dilakukan berdasarkan kontrak PPK dengan pimpinan Kelompok Masyarakat. | |
(5) | Untuk pelaksanaan Swakelola tipe II sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tipe III sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan tipe IV sebagaimana dimaksud pada ayat (4), nilai pekerjaan yang tercantum dalam Kontrak sudah termasuk kebutuhan barang/jasa yang diperoleh melalui Penyedia. |
Pasal 48
Pembayaran Swakelola dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 49
(1) | Tim Pelaksana melaporkan kemajuan pelaksanaan Swakelola dan penggunaan keuangan kepada PPK secara berkala. |
(2) | Tim Pelaksana menyerahkan hasil pekerjaan Swakelola kepada PPK dengan Berita Acara Serah Terima. |
(3) | Pelaksanaan Swakelola diawasi oleh Tim Pengawas secara berkala. |
BAB VII
PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA MELALUI PENYEDIA
Pasal 50
(1) | Pelaksanaan pemilihan melalui Tender/Seleksi meliputi: | |
a. | Pelaksanaan Kualifikasi; | |
b. | Pengumuman dan/atau Undangan; | |
c. | Pendaftaran dan Pengambilan Dokumen Pemilihan; | |
d. | Pemberian Penjelasan; | |
e. | Penyampaian Dokumen Penawaran; | |
f. | Evaluasi Dokumen Penawaran; | |
g. | Penetapan dan Pengumuman Pemenang; dan | |
h. | Sanggah. | |
(2) | Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pelaksanaan pemilihan Pekerjaan Konstruksi ditambahkan tahapan Sanggah Banding. | |
(3) | Pelaksanaan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk Seleksi Jasa Konsultansi dilakukan klarifikasi dan negosiasi terhadap penawaran teknis dan biaya setelah masa sanggah selesai. | |
(4) | Pelaksanaan pemilihan melalui Tender Cepat dengan ketentuan sebagai berikut: | |
a. | peserta telah terkualifikasi dalam Sistem Informasi Kinerja Penyedia; | |
b. | peserta hanya memasukan penawaran harga; | |
c. | evaluasi penawaran harga dilakukan melalui aplikasi; dan | |
d. | penetapan pemenang berdasarkan harga penawaran terendah. | |
(5) | Pelaksanaan E-purchasing wajib dilakukan untuk barang/jasa yang menyangkut pemenuhan kebutuhan nasional dan/atau strategis yang ditetapkan oleh menteri, kepala lembaga, atau kepala daerah. | |
(6) | Pelaksanaan Penunjukan Langsung dilakukan dengan mengundang 1 (satu) Pelaku Usaha yang dipilih, dengan disertai negosiasi teknis maupun harga. | |
(7) | Pelaksanaan Pengadaan Langsung dilakukan sebagai berikut: | |
a. | pembelian/pembayaran langsung kepada Penyedia untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya yang menggunakan bukti pembelian atau kuitansi; atau | |
b. | permintaan penawaran yang disertai dengan klarifikasi serta negosiasi teknis dan harga kepada Pelaku Usaha untuk Pengadaan Langsung yang menggunakan SPK. | |
(8) | Pemilihan dapat segera dilaksanakan setelah RUP diumumkan. | |
(9) | Untuk barang/jasa yang kontraknya harus ditandatangani pada awal tahun, pemilihan dapat dilaksanakan setelah: | |
a. | penetapan Pagu Anggaran K/L; atau | |
b. | persetujuan RKA Perangkat Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | |
(10) | Pelaksanaan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan setelah RUP diumumkan terlebih dahulu melalui aplikasi SIRUP. | |
(11) | Penawaran harga dapat dilakukan dengan metode penawaran harga secara berulang (E-reverse Auction). |
Pasal 51
(1) | Prakualifikasi gagal dalam hal: | |
a. | setelah pemberian waktu perpanjangan, tidak ada peserta yang menyampaikan dokumen kualifikasi; atau | |
b. | jumlah peserta yang lulus prakualifikasi kurang dari 3 (tiga) peserta. | |
(2) | Tender/Seleksi gagal dalam hal: | |
a. | terdapat kesalahan dalam proses evaluasi; | |
b. | tidak ada peserta yang menyampaikan dokumen penawaran setelah ada pemberian waktu perpanjangan; | |
c. | tidak ada peserta yang lulus evaluasi penawaran; | |
d. | ditemukan kesalahan dalam Dokumen Pemilihan atau tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini; | |
e. | seluruh peserta terlibat Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN); | |
f. | seluruh peserta terlibat persaingan usaha tidak sehat; | |
g. | seluruh penawaran harga Tender Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya di atas HPS; | |
h. | negosiasi biaya pada Seleksi tidak tercapai; dan/atau | |
i. | KKN melibatkan Pokja Pemilihan/PPK. | |
(3) | Prakualifikasi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf h dinyatakan oleh Pokja Pemilihan. | |
(4) | Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf i dinyatakan oleh PA/KPA. | |
(5) | Tindak lanjut dari prakualifikasi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pokja Pemilihan segera melakukan prakualifikasi ulang dengan ketentuan: | |
a. | setelah prakualifikasi ulang jumlah peserta yang lulus 2 (dua) peserta, proses Tender/Seleksi dilanjutkan; atau | |
b. | setelah prakualifikasi ulang jumlah peserta yang lulus 1 (satu) peserta, dilanjutkan dengan proses Penunjukan Langsung. | |
(6) | Tindak lanjut dari Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pokja Pemilihan segera melakukan: | |
a. | evaluasi penawaran ulang; | |
b. | penyampaian penawaran ulang; atau | |
c. | Tender/Seleksi ulang. | |
(7) | Evaluasi penawaran ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a, dilakukan dalam hal ditemukan kesalahan evaluasi penawaran. | |
(8) | Penyampaian penawaran ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dilakukan untuk Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dan huruf h. | |
(9) | Tender/Seleksi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c, dilakukan untuk Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf c, huruf e, huruf f, huruf g, dan huruf i. | |
(10) | Dalam hal Tender/Seleksi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (9) gagal, Pokja Pemilihan dengan persetujuan PA/KPA melakukan Penunjukan Langsung dengan kriteria: | |
a. | kebutuhan tidak dapat ditunda; dan | |
b. | tidak cukup waktu untuk melaksanakan Tender/Seleksi. |
Pasal 52
(1) | Pelaksanaan Kontrak terdiri atas: | |
a. | Penetapan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ); | |
b. | Penandatanganan Kontrak; | |
c. | Pemberian Uang Muka; | |
d. | Pembayaran prestasi pekerjaan; | |
e. | Perubahan Kontrak; | |
f. | Penyesuaian harga; | |
g. | Penghentian Kontrak atau Berakhirnya Kontrak; | |
h. | Pemutusan Kontrak; | |
i. | Serah Terima Hasil Pekerjaan; dan/atau | |
j. | Penanganan Keadaan Kahar. | |
(2) | PPK dilarang mengadakan ikatan perjanjian atau menandatangani Kontrak dengan Penyedia, dalam hal belum tersedia anggaran belanja atau tidak cukup tersedia anggaran belanja yang dapat mengakibatkan dilampauinya batas anggaran belanja yang tersedia untuk kegiatan yang dibiayai APBN/APBD. |
Pasal 53
(1) | Pembayaran prestasi pekerjaan diberikan kepada Penyedia setelah dikurangi angsuran pengembalian uang muka, retensi, dan denda. | |
(2) | Retensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 5% (lima persen) digunakan sebagai Jaminan Pemeliharaan Pekerjaan Konstruksi atau Jaminan Pemeliharaan Jasa Lainnya yang membutuhkan masa pemeliharaan. | |
(3) | Dalam hal Penyedia menyerahkan sebagian pekerjaan kepada subkontraktor, permintaan pembayaran harus dilengkapi bukti pembayaran kepada subkontraktor sesuai dengan realisasi pekerjaannya. | |
(4) | Pembayaran prestasi pekerjaan dapat diberikan dalam bentuk: | |
a. | pembayaran bulanan; | |
b. | pembayaran berdasarkan tahapan penyelesaian pekerjaan/termin; atau | |
c. | pembayaran secara sekaligus setelah penyelesaian pekerjaan. | |
(5) | Pembayaran dapat dilakukan sebelum prestasi pekerjaan untuk Pengadaan Barang/Jasa yang karena sifatnya dilakukan pembayaran terlebih dahulu sebelum barang/jasa diterima, setelah Penyedia menyampaikan jaminan atas pembayaran yang akan dilakukan. | |
(6) | Pembayaran dapat dilakukan untuk peralatan dan/atau bahan yang belum terpasang yang menjadi bagian dari hasil pekerjaan yang berada di lokasi pekerjaan dan telah dicantumkan dalam Kontrak. | |
(7) | Ketentuan mengenai pembayaran sebelum prestasi pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Pasal 54
(1) | Dalam hal terdapat perbedaan antara kondisi lapangan pada saat pelaksanaan dengan gambar dan/atau spesifikasi teknis/KAK yang ditentukan dalam dokumen Kontrak, PPK bersama Penyedia dapat melakukan perubahan kontrak, yang meliputi: | |
a. | menambah atau mengurangi volume yang tercantum dalam Kontrak; | |
b. | menambah dan/atau mengurangi jenis kegiatan; | |
c. | mengubah spesifikasi teknis sesuai dengan kondisi lapangan; dan/atau | |
d. | mengubah jadwal pelaksanaan. | |
(2) | Dalam hal perubahan kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan penambahan nilai kontrak, perubahan kontrak dilaksanakan dengan ketentuan penambahan nilai kontrak akhir tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari harga yang tercantum dalam Kontrak awal. |
Pasal 55
(1) | Dalam hal terjadi keadaan kahar, pelaksanaan Kontrak dapat dihentikan. |
(2) | Dalam hal pelaksanaan Kontrak dilanjutkan, para pihak dapat melakukan perubahan kontrak. |
(3) | Perpanjangan waktu untuk penyelesaian Kontrak disebabkan keadaan kahar dapat melewati Tahun Anggaran. |
(4) | Tindak lanjut setelah terjadinya keadaan kahar diatur dalam Kontrak. |
Pasal 56
(1) | Dalam hal Penyedia gagal menyelesaikan pekerjaan sampai masa pelaksanaan Kontrak berakhir, namun PPK menilai bahwa Penyedia mampu menyelesaikan pekerjaan, PPK memberikan kesempatan Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan. |
(2) | Pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimuat dalam adendum kontrak yang didalamnya mengatur waktu penyelesaian pekerjaan, pengenaan sanksi denda keterlambatan kepada Penyedia, dan perpanjangan Jaminan Pelaksanaan. |
(3) | Pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat melampaui Tahun Anggaran. |
Pasal 57
(1) | Setelah pekerjaan selesai 100% (seratus persen) sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam Kontrak, Penyedia mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK untuk serah terima barang/jasa. |
(2) | PPK melakukan pemeriksaan terhadap barang/jasa yang diserahkan. |
(3) | PPK dan Penyedia menandatangani Berita Acara Serah Terima. |
Pasal 58
(1) | PPK menyerahkan barang/hasil pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 kepada PA/KPA. |
(2) | PA/KPA meminta PjPHP/PPHP untuk melakukan pemeriksaan administratif terhadap barang/jasa yang akan diserahterimakan. |
(3) | Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam Berita Acara. |
BAB VIII
PENGADAAN KHUSUS
Pasal 59
(1) | Penanganan keadaan darurat dilakukan untuk keselamatan/perlindungan masyarakat atau warga negara Indonesia yang berada di dalam negeri dan/atau luar negeri yang pelaksanaannya tidak dapat ditunda dan harus dilakukan segera. | |
(2) | Keadaan darurat meliputi: | |
a. | bencana alam, bencana non alam, dan/atau bencana sosial; | |
b. | pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan; | |
c. | kerusakan sarana/prasarana yang dapat mengganggu kegiatan pelayanan publik; | |
d. | bencana alam, bencana non alam, bencana sosial, perkembangan situasi politik dan keamanan di luar negeri, dan/atau pemberlakuan kebijakan pemerintah asing yang memiliki dampak langsung terhadap keselamatan dan ketertiban warga negara Indonesia di luar negeri; dan/atau | |
e. | pemberian bantuan kemanusiaan kepada negara lain yang terkena bencana. | |
(3) | Penetapan keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | |
(4) | Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi siaga darurat, tanggap darurat, dan transisi darurat ke pemulihan. | |
(5) | Untuk penanganan keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), PPK menunjuk Penyedia terdekat yang sedang melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa sejenis atau Penyedia lain yang dinilai mampu dan memenuhi kualifikasi untuk melaksanakan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa sejenis. | |
(6) | Penanganan keadaan darurat dapat dilakukan dengan penggunaan konstruksi permanen, dalam hal penyerahan pekerjaan permanen masih dalam kurun waktu keadaan darurat. | |
(7) | Penanganan keadaan darurat yang hanya bisa diatasi dengan konstruksi permanen, penyelesaian pekerjaan dapat melewati masa keadaan darurat. |
Pasal 60
(1) | Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan di luar negeri berpedoman pada ketentuan dalam Peraturan Presiden ini. |
(2) | Dalam hal ketentuan dalam Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilaksanakan, pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa menyesuaikan dengan ketentuan Pengadaan Barang/Jasa di negara setempat. |
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Pengadaan Barang/Jasa di Luar Negeri diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri setelah berkonsultasi dengan LKPP. |
Pasal 61
(1) | Dikecualikan dari ketentuan dalam Peraturan Presiden ini adalah: | |
a. | Pengadaan Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum; | |
b. | Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan berdasarkan tarif yang dipublikasikan secara luas kepada masyarakat; | |
c. | Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan sesuai dengan praktik bisnis yang sudah mapan; dan/atau | |
d. | Pengadaan Barang/Jasa yang diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. | |
(2) | Pengadaan Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum diatur tersendiri dengan peraturan pimpinan Badan Layanan Umum. | |
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai pengecualian dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, ayat (1) huruf c, dan ayat (1) huruf d diatur dengan Peraturan Kepala Lembaga. |
Pasal 62
(1) | Penelitian dilakukan oleh: | |
a. | PA/KPA pada Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah sebagai penyelenggara penelitian; dan | |
b. | Pelaksana penelitian. | |
(2) | Penyelenggara penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memiliki kewenangan: | |
a. | menetapkan rencana strategis penelitian yang mengacu pada arah pengembangan penelitian nasional; | |
b. | menetapkan program penelitian tahunan yang mengacu pada rencana strategis penelitian dan/atau untuk mendukung perumusan dan penyusunan kebijakan pembangunan nasional; dan | |
c. | melakukan penjaminan mutu pelaksanaan penelitian. | |
(3) | Pelaksana penelitian sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: | |
a. | Individu/kumpulan individu meliputi Pegawai Aparatur Sipil Negara/non-Pegawai Aparatur Sipil Negara; | |
b. | Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah; | |
c. | Perguruan Tinggi; | |
d. | Ormas; dan/atau | |
e. | Badan usaha. | |
(4) | Pelaksana penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan berdasarkan hasil kompetisi atau penugasan. | |
(5) | Kompetisi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan melalui seleksi proposal penelitian. | |
(6) | Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh penyelenggara penelitian untuk penelitian yang bersifat khusus. | |
(7) | Penelitian dapat menggunakan anggaran belanja dan/atau fasilitas yang berasal dari 1 (satu) atau lebih dari 1 (satu) penyelenggara penelitian. | |
(8) | Penelitian dapat dilakukan dengan kontrak penelitian selama 1 (satu) Tahun Anggaran atau melebihi 1 (satu) Tahun Anggaran. | |
(9) | Pembayaran pelaksanaan penelitian dapat dilakukan secara bertahap atau sekaligus sesuai kontrak penelitian. | |
(10) | Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan berdasarkan produk keluaran sesuai ketentuan dalam kontrak penelitian. | |
(11) | Ketentuan lebih lanjut mengenai penelitian diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset, teknologi, dan pendidikan tinggi. |
Pasal 63
(1) | Tender/Seleksi Internasional dapat dilaksanakan untuk: | |
a. | Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dengan nilai paling sedikit di atas Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah); | |
b. | Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah); | |
c. | Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling sedikit di atas Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah); atau | |
d. | Pengadaan Barang/Jasa yang dibiayai oleh Lembaga Penjamin Kredit Ekspor atau Kreditor Swasta Asing. | |
2. | Tender/Seleksi Internasional dilaksanakan untuk nilai kurang dari batasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c, dalam hal tidak ada Pelaku Usaha dalam negeri yang mampu dan memenuhi persyaratan. | |
3. | Badan usaha asing yang mengikuti Tender/Seleksi Internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus melakukan kerja sama usaha dengan badan usaha nasional dalam bentuk konsorsium, subkontrak, atau bentuk kerja sama lainnya. | |
(4) | Badan usaha asing yang melaksanakan Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi, harus bekerja sama dengan industri dalam negeri dalam pembuatan suku cadang dan pelaksanaan pelayanan purnajual. | |
(5) | Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya yang dilaksanakan melalui Tender/Seleksi Internasional diumumkan dalam situs web Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dan situs web komunitas internasional. | |
(6) | Dokumen Pemilihan melalui Tender/Seleksi Internasional paling sedikit ditulis dalam 2 (dua) bahasa, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. | |
(7) | Dalam hal terjadi penafsiran arti yang berbeda terhadap Dokumen Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dokumen yang berbahasa Indonesia dijadikan acuan. | |
(8) | Pembayaran kontrak melalui Tender/Seleksi Internasional dapat menggunakan mata uang Rupiah dan/atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Pasal 64
(1) | Pengadaan Barang/Jasa untuk kegiatan yang pendanaannya bersumber dari pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden ini, kecuali diatur lain dalam perjanjian pinjaman luar negeri atau perjanjian hibah luar negeri. |
(2) | Proses Pengadaan Barang/Jasa untuk kegiatan yang pendanaannya bersumber dari pinjaman luar negeri dapat dilaksanakan sebelum disepakatinya perjanjian pinjaman luar negeri (advance procurement). |
(3) | Dalam menyusun perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikonsultasikan kepada LKPP. |
BAB IX
USAHA KECIL, PRODUK DALAM NEGERI, DAN PENGADAAN BERKELANJUTAN
Pasal 65
(1) | Usaha kecil terdiri atas Usaha Mikro dan Usaha Kecil. |
(2) | Dalam Pengadaan Barang/Jasa, PA/KPA memperluas peran serta usaha kecil. |
(3) | Pemaketan dilakukan dengan menetapkan sebanyak-banyaknya paket untuk usaha kecil tanpa mengabaikan prinsip efisiensi, persaingan usaha yang sehat, kesatuan sistem, dan kualitas kemampuan teknis. |
(4) | Nilai paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah), dicadangkan dan peruntukannya bagi usaha kecil, kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kemampuan teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh usaha kecil. |
(5) | LKPP dan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah memperluas peran serta usaha kecil dengan mencantumkan barang/jasa produksi usaha kecil dalam katalog elektronik. |
(6) | Penyedia usaha non-kecil yang melaksanakan pekerjaan dapat melakukan kerja sama usaha dengan usaha kecil dalam bentuk kemitraan, subkontrak, atau bentuk kerja sama lainnya, jika ada usaha kecil yang memiliki kemampuan di bidang yang bersangkutan. |
Pasal 66
(1) | Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah wajib menggunakan produk dalam negeri, termasuk rancang bangun dan perekayasaan nasional. | ||
(2) | Kewajiban penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan jika terdapat peserta yang menawarkan barang/jasa dengan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) ditambah nilai Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) paling rendah 40% (empat puluh persen). | ||
(3) | Perhitungan TKDN dan BMP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||
(4) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dicantumkan dalam RUP, spesifikasi teknis/KAK, dan Dokumen Pemilihan. | ||
(5) | Pengadaan barang impor dapat dilakukan, dalam hal: | ||
a. | barang tersebut belum dapat diproduksi di dalam negeri; atau | ||
b. | volume produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan. | ||
(6) | LKPP dan/atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah memperbanyak pencantuman produk dalam negeri dalam katalog elektronik. |
Pasal 67
(1) | Preferensi harga merupakan insentif bagi produk dalam negeri pada pemilihan Penyedia berupa kelebihan harga yang dapat diterima. |
(2) | Preferensi harga diberlakukan untuk Pengadaan Barang/Jasa yang bernilai paling sedikit di atas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). |
(3) | Preferensi harga diberikan terhadap barang/jasa yang memiliki TKDN paling rendah 25% (dua puluh lima persen). |
(4) | Preferensi harga untuk barang/jasa paling tinggi 25% (dua puluh lima persen). |
(5) | Preferensi harga untuk Pekerjaan Konstruksi yang dikerjakan oleh badan usaha nasional paling tinggi 7,5% (tujuh koma lima persen) di atas harga penawaran terendah dari badan usaha asing. |
(6) | Preferensi harga diperhitungkan dalam evaluasi harga penawaran yang telah memenuhi persyaratan administrasi dan teknis. |
(7) | Penetapan pemenang berdasarkan urutan harga terendah Hasil Evaluasi Akhir (HEA). |
(8) | Harga Evaluasi Akhir (HEA) dihitung dengan rumus HEA=(1-KP)×HP dengan: KP = TKDN × preferensi tertinggi KP adalah Koefisien Preferensi HP adalah Harga Penawaran setelah koreksi aritmatik. |
(9) | Dalam hal terdapat 2 (dua) atau lebih penawaran dengan HEA terendah yang sama, penawar dengan TKDN lebih besar ditetapkan sebagai pemenang. |
Pasal 68
(1) | Pengadaan Barang/Jasa dilaksanakan dengan memperhatikan aspek berkelanjutan. | ||
(2) | Aspek berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: | ||
a. | aspek ekonomi meliputi biaya produksi barang/jasa sepanjang usia barang/jasa tersebut; | ||
b. | aspek sosial meliputi pemberdayaan usaha kecil, jaminan kondisi kerja yang adil, pemberdayaan komunitas/usaha lokal, kesetaraan, dan keberagaman; dan | ||
c. | aspek lingkungan hidup meliputi pengurangan dampak negatif terhadap kesehatan, kualitas udara, kualitas tanah, kualitas air, dan menggunakan sumber daya alam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||
(3) | Pengadaan Berkelanjutan dilaksanakan oleh: | ||
a. | PA/KPA dalam merencanakan dan menganggarkan Pengadaan Barang/Jasa; | ||
b. | PPK dalam menyusun spesifikasi teknis/KAK dan rancangan kontrak dalam Pengadaan Barang/Jasa; dan | ||
c. | Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan dalam menyusun Dokumen Pemilihan. |
BAB X
PENGADAAN BARANG/JASA SECARA ELEKTRONIK
Pasal 69
(1) | Penyelenggaraan Pengadaan Barang/Jasa dilakukan secara elektronik menggunakan sistem informasi yang terdiri atas Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) dan sistem pendukung. |
(2) | LKPP mengembangkan SPSE dan sistem pendukung. |
Pasal 70
(1) | Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik dengan memanfaatkan E-marketplace. | |
(2) | E-marketplace Pengadaan Barang/Jasa menyediakan infrastruktur teknis dan layanan dukungan transaksi bagi Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dan Penyedia berupa: | |
a. | Katalog Elektronik; | |
b. | Toko Daring; dan | |
c. | Pemilihan Penyedia; | |
(3) | LKPP mempunyai kewenangan untuk mengembangkan, membina, mengelola, dan mengawasi penyelenggaraan E-marketplace Pengadaan Barang/Jasa. |
|
(4) | Dalam rangka pengembangan dan pengelolaan E-marketplace Pengadaan Barang/Jasa, LKPP dapat bekerja sama dengan UKPBJ dan/atau Pelaku Usaha. | |
(5) | Dalam rangka pengembangan E-marketplace sebagaimana dimaksud pada ayat (4), LKPP menyusun dan menetapkan peta jalan pengembangan E-marketplace Pengadaan Barang/Jasa. |
Pasal 71
(1) | Ruang lingkup SPSE terdiri atas: | |
a. | Perencanaan Pengadaan; | |
b. | Persiapan Pengadaan; | |
c. | Pemilihan Penyedia; | |
d. | Pelaksanaan Kontrak; | |
e. | Serah Terima Pekerjaan; | |
f. | Pengelolaan Penyedia; dan | |
g. | Katalog Elektronik. | |
(2) | SPSE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki interkoneksi dengan sistem informasi perencanaan, penganggaran, pembayaran, manajemen aset, dan sistem informasi lain yang terkait dengan SPSE. | |
(3) | Sistem pendukung SPSE meliputi: | |
a. | Portal Pengadaan Nasional; | |
b. | Pengelolaan sumber daya manusia Pengadaan Barang/Jasa; | |
c. | Pengelolaan advokasi dan penyelesaian permasalahan hukum; | |
d. | Pengelolaan peran serta masyarakat; | |
e. | Pengelolaan sumber daya pembelajaran; dan | |
f. | Monitoring dan Evaluasi. |
Pasal 72
(1) | Katalog elektronik dapat berupa katalog elektronik nasional, katalog elektronik sektoral, dan katalog elektronik lokal. | |
(2) | Katalog elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat informasi berupa daftar, jenis, spesifikasi teknis, TKDN, produk dalam negeri, produk SNI, produk industri hijau, negara asal, harga, Penyedia, dan informasi lainnya terkait barang/jasa. | |
(3) | Pemilihan produk yang dicantumkan dalam katalog elektronik dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah atau LKPP. | |
(4) | Pemilihan produk katalog elektronik dilakukan dengan metode: | |
a. | Tender; atau | |
b. | Negosiasi. | |
(5) | Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan katalog elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Lembaga. |
Pasal 73
(1) | Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah menyelenggarakan fungsi layanan pengadaan secara elektronik. | |
(2) | Fungsi layanan pengadaan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: | |
a. | pengelolaan seluruh sistem informasi Pengadaan Barang/Jasa dan infrastrukturnya; | |
b. | pelaksanaan registrasi dan verifikasi pengguna seluruh sistem informasi Pengadaan Barang/Jasa; dan | |
c. | pengembangan sistem informasi yang dibutuhkan oleh pemangku kepentingan. | |
(3) | LKPP menetapkan standar layanan, kapasitas, dan keamanan informasi SPSE dan sistem pendukung. | |
(4) | LKPP melakukan pembinaan dan pengawasan layanan pengadaan secara elektronik. | |
(5) | Ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi layanan pengadaan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Kepala Lembaga. |
BAB XI
SUMBER DAYA MANUSIA DAN KELEMBAGAAN
Pasal 74
(1) | Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas: | |
a. | pengelola Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Kementerian/ Lembaga/Pemerintah Daerah; | |
b. | Aparatur Sipil Negara/Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Republik Indonesia; dan/atau | |
c. | personel selain yang dimaksud pada huruf a dan huruf b. | |
(2) | Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (1) huruf c memiliki kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa. | |
(3) | Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di UKPBJ. | |
(4) | Atas dasar pertimbangan besaran beban pekerjaan atau rentang kendali organisasi, Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bertindak sebagai PPK, Pejabat Pengadaan, PjPHP/PPHP dapat berkedudukan di luar UKPBJ. |
Pasal 75
(1) | Menteri/kepala lembaga/kepala daerah membentuk UKPBJ memiliki tugas menyelenggarakan dukungan pengadaan barang/jasa pada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah. | ||
(2) | Dalam rangka pelaksanaan tugas UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1), UKPBJ memiliki fungsi: | ||
a. | pengelolaan Pengadaan Barang/Jasa; | ||
b. | pengelolaan fungsi layanan pengadaan secara elektronik; | ||
c. | pembinaan Sumber Daya Manusia dan Kelembagaan Pengadaan Barang/Jasa; | ||
d. | pelaksanaan pendampingan, konsultasi, dan/atau bimbingan teknis; dan | ||
e. | pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh menteri/kepala lembaga/kepala daerah. | ||
(3) | UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk struktural dan ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||
(4) | Fungsi pengelolaan layanan pengadaan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat dilaksanakan oleh unit kerja terpisah. |
BAB XII
PENGAWASAN, PENGADUAN, SANKSI, DAN PELAYANAN HUKUM
Pasal 76
(1) | Menteri/kepala lembaga/kepala daerah wajib melakukan pengawasan Pengadaan Barang/Jasa melalui aparat pengawasan internal pada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah masing-masing. | |
(2) | Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui kegiatan audit, reviu, pemantauan, evaluasi, dan/atau penyelenggaraan whistleblowing system. | |
(3) | Pengawasan Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sejak perencanaan, persiapan, pemilihan Penyedia, pelaksanaan Kontrak, dan serah terima pekerjaan. | |
(4) | Ruang lingkup pengawasan Pengadaan Barang/Jasa meliputi: | |
a. | pemenuhan nilai manfaat yang sebesar-besarnya; | |
b. | kepatuhan terhadap peraturan; | |
c. | pencapaian TKDN; | |
d. | penggunaan produk dalam negeri; | |
e. | pencadangan paket untuk usaha kecil; dan | |
f. | Pengadaan Berkelanjutan. | |
(5) | Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan bersama dengan kementerian teknis terkait dan/atau lembaga yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional. | |
(6) | Hasil pengawasan digunakan sebagai alat pengendalian pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. |
Pasal 77
(1) | Masyarakat menyampaikan pengaduan kepada APIP disertai bukti yang faktual, kredibel, dan autentik. |
(2) | Aparat Penegak Hukum meneruskan pengaduan masyarakat kepada APIP untuk ditindaklanjuti. |
(3) | APIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menindaklanjuti pengaduan sesuai kewenangannya. |
(4) | APIP melaporkan hasil tindak lanjut pengaduan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah. |
(5) | Menteri/kepala lembaga/kepala daerah melaporkan kepada instansi yang berwenang, dalam hal diyakini adanya indikasi KKN yang merugikan keuangan negara. |
(6) | Menteri/kepala lembaga/kepala daerah memfasilitasi masyarakat dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. |
(7) | LKPP mengembangkan sistem pengaduan Pengadaan Barang/Jasa. |
Pasal 78
(1) | Perbuatan atau tindakan peserta pemilihan yang dikenakan sanksi dalam pelaksanaan pemilihan Penyedia adalah: | ||
a. | menyampaikan dokumen atau keterangan palsu/tidak benar untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Dokumen Pemilihan; | ||
b. | terindikasi melakukan persekongkolan dengan peserta lain untuk mengatur harga penawaran; | ||
c. | terindikasi melakukan KKN dalam pemilihan Penyedia; atau | ||
d. | mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan. | ||
(2) | Perbuatan atau tindakan pemenang pemilihan yang telah menerima SPPBJ yang dapat dikenakan sanksi adalah pemenang pemilihan mengundurkan diri sebelum penandatanganan Kontrak. | ||
(3) | Perbuatan atau tindakan Penyedia yang dapat dikenakan sanksi adalah: | ||
a. | tidak melaksanakan Kontrak, tidak menyelesaikan pekerjaan, atau tidak melaksanakan kewajiban dalam masa pemeliharaan; | ||
b. | menyebabkan kegagalan bangunan; | ||
c. | menyerahkan Jaminan yang tidak dapat dicairkan; | ||
d. | melakukan kesalahan dalam perhitungan volume hasil pekerjaan berdasarkan hasil audit; | ||
e. | menyerahkan barang/jasa yang kualitasnya tidak sesuai dengan Kontrak berdasarkan hasil audit; atau | ||
f. | terlambat menyelesaikan pekerjaan sesuai Kontrak. | ||
(4) | Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dikenakan: | ||
a. | sanksi digugurkan dalam pemilihan; | ||
b. | sanksi pencairan jaminan; | ||
c. | Sanksi Daftar Hitam; | ||
d. | sanksi ganti kerugian; dan/atau | ||
e. | sanksi denda. | ||
(5) | Pelanggaran atas ketentuan pada: | ||
a. | ayat (1) huruf a sampai dengan huruf c dikenakan sanksi digugurkan dalam pemilihan, sanksi pencairan Jaminan Penawaran, dan Sanksi Daftar Hitam selama 2 (dua) tahun; | ||
b. | ayat (1) huruf d dikenakan sanksi pencairan Jaminan Penawaran dan Sanksi Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun; | ||
c. | ayat (2) dikenakan sanksi pencairan Jaminan Penawaran dan Sanksi Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun; | ||
d. | ayat (3) huruf a dikenakan sanksi pencairan Jaminan Pelaksanaan atau sanksi pencairan Jaminan Pemeliharaan, dan Sanksi Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun; | ||
e. | ayat (3) huruf b sampai dengan huruf e dikenakan sanksi ganti kerugian sebesar nilai kerugian yang ditimbulkan; atau | ||
f. | ayat (3) huruf f dikenakan sanksi denda keterlambatan. |
Pasal 79
(1) | Pengenaan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (5) huruf a ditetapkan oleh PA/KPA atas usulan Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan. |
(2) | Pengenaan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (5) huruf b ditetapkan oleh PA/KPA atas usulan Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan. |
(3) | Pengenaan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (5) huruf c dan Pasal 78 ayat (5) huruf d, ditetapkan oleh PA/KPA atas usulan PPK. |
(4) | Pengenaan sanksi denda keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (5) huruf f ditetapkan oleh PPK dalam Kontrak sebesar 1‰ (satu permil) dari nilai kontrak atau nilai bagian kontrak untuk setiap hari keterlambatan. |
(5) | Nilai kontrak atau nilai bagian kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). |
(6) | Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) berlaku sejak ditetapkan. |
Pasal 80
(1) | Perbuatan atau tindakan peserta pemilihan yang dikenakan sanksi dalam proses katalog berupa: | |
a. | menyampaikan dokumen atau keterangan palsu/tidak benar untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Dokumen Pemilihan; | |
b. | terindikasi melakukan persekongkolan dengan peserta lain untuk mengatur harga penawaran; | |
c. | terindikasi melakukan KKN dalam pemilihan Penyedia; | |
d. | mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan; atau | |
e. | mengundurkan diri atau tidak menandatangani kontrak katalog. | |
(2) | Perbuatan atau tindakan Penyedia yang dikenakan sanksi dalam proses E-purchasing berupa tidak memenuhi kewajiban dalam kontrak pada katalog elektronik atau surat pesanan. | |
(3) | Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenakan: | |
a. | sanksi digugurkan dalam pemilihan; | |
b. | Sanksi Daftar Hitam; | |
c. | sanksi penghentian sementara dalam sistem transaksi E-purchasing; dan/atau | |
d. | sanksi penurunan pencantuman Penyedia dari katalog elektronik. | |
(4) | Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada: | |
a. | ayat (1) huruf a sampai dengan huruf c dikenakan sanksi digugurkan dalam pemilihan dan Sanksi Daftar Hitam selama 2 (dua) tahun; | |
b. | ayat (1) huruf d dan huruf e Sanksi Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun; | |
c. | ayat (2) dikenakan sanksi penghentian sementara dalam sistem transaksi E-purchasing selama 6 (enam) bulan; atau | |
d. | ayat (2) dikenakan sanksi penurunan pencantuman Penyedia dari katalog elektronik selama 1 (satu) tahun. | |
(5) | Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah atas usulan Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan dan/atau PPK. |
Pasal 81
Dalam hal terjadi pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) huruf a sampai huruf c dan Pasal 80 ayat (1) huruf a sampai huruf c UKPBJ melaporkan secara pidana.
Pasal 82
(1) | Sanksi administratif dikenakan kepada PA/KPA/PPK/Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/ PjPHP/PPHP yang lalai melakukan suatu perbuatan yang menjadi kewajibannya. |
(2) | Pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian/pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(3) | Sanksi hukuman disiplin ringan, sedang, atau berat dikenakan kepada PA/KPA/PPK/Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/PjPHP/PPHP yang terbukti melanggar pakta integritas berdasarkan putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Peradilan Umum, atau Peradilan Tata Usaha Negara. |
Pasal 83
(1) | PA/KPA menyampaikan identitas peserta pemilihan/Penyedia yang dikenakan Sanksi Daftar Hitam kepada unit kerja yang melaksanakan fungsi layanan pengadaan secara elektronik, untuk ditayangkan dalam Daftar Hitam Nasional. |
(2) | LKPP menyelenggarakan Daftar Hitam Nasional. |
Pasal 84
(1) | Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah wajib memberikan pelayanan hukum kepada Pelaku Pengadaan Barang/Jasa dalam menghadapi permasalahan hukum terkait Pengadaan Barang/Jasa. |
(2) | Pelayanan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sejak proses penyelidikan hingga tahap putusan pengadilan. |
(3) | Pelaku Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk Penyedia, Ormas, kelompok masyarakat penyelenggara swakelola, dan Pelaku Usaha yang bertindak sebagai Agen Pengadaan. |
Pasal 85
(1) | Penyelesaian sengketa kontrak antara PPK dan Penyedia dalam pelaksanaan Kontrak dapat dilakukan melalui layanan penyelesaian sengketa kontrak, arbitrase, atau penyelesaian melalui pengadilan. |
(2) | LKPP menyelenggarakan layanan penyelesaian sengketa kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
BAB XIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 86
(1) | Menteri/kepala lembaga dapat menindaklanjuti pelaksanaan Peraturan Presiden ini untuk pengadaan yang dibiayai APBN dengan peraturan menteri/peraturan kepala lembaga. |
(2) | Kepala Daerah dapat menindaklanjuti pelaksanaan Peraturan Presiden ini untuk pengadaan yang dibiayai APBD dengan peraturan daerah/peraturan kepala daerah. |
Pasal 87
(1) | LKPP mengembangkan sistem dan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa sesuai perkembangan dan kebutuhan, dengan mempertimbangkan tujuan, kebijakan, prinsip, dan etika Pengadaan Barang/Jasa. |
(2) | Hasil pengembangan sistem dan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Kepala Lembaga. |
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 88
Pada saat Peraturan Presiden ini berlaku:
a. | Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan wajib dijabat oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf a paling lambat 31 Desember 2020. |
b. | PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan yang dijabat oleh Aparatur Sipil Negara/TNI/Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf b wajib memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa paling lambat 31 Desember 2023. |
c. | PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan yang dijabat oleh personel lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf c wajib memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa paling lambat 31 Desember 2023. |
d. | PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan wajib memiliki Sertifikat Keahlian Tingkat Dasar di bidang Pengadaan Barang/Jasa sepanjang belum memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa sampai dengan 31 Desember 2023. |
Pasal 89
Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini:
(1) | Pengadaan Barang/Jasa yang persiapan dan pelaksanaan dilakukan sebelum tanggal 1 Juli 2018 dapat dilakukan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. | |
(2) | Kontrak yang ditandatangani berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya Kontrak. |
Pasal 90
(1) | Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang industri pertahanan. |
(2) | Dalam hal Peraturan Presiden mengenai syarat dan tata cara pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan belum ada, Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden ini. |
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 91
(1) | Ketentuan lebih lanjut mengenai: | |
a. | jenis dan uraian barang/jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3; | |
b. | pelaku pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8; | |
c. | Agen Pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14; | |
d. | perencanaan pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18; | |
e. | Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21; | |
f. | persiapan Swakelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, dan pelaksanaan Swakelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47; | |
g. | persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25; | |
h. | jenis Kontrak Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27; | |
i. | metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, dan Jasa Konsultansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41; | |
j. | metode evaluasi penawaran Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, dan Jasa Konsultansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42; | |
k. | metode penyampaian dokumen penawaran dalam pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/ Jasa Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, dan Jasa Konsultansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43; | |
l. | kualifikasi Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44; | |
m. | jadwal pemilihan Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45; | |
n. | dokumen pemilihan Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46; | |
o. | pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 58; | |
p. | Pengadaan Barang/Jasa dalam penanganan keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59; | |
q. | pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61; | |
r. | Tender/Seleksi Internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63; | |
s. | katalog elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72; | |
t. | Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74; | |
u. | kelembagaan Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75; | |
v. | sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 sampai dengan Pasal 82; | |
w. | Daftar Hitam Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83; | |
x. | layanan penyelesaian sengketa kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85; dan | |
y. | pengembangan sistem dan kebijakan dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87, | |
ditetapkan dengan Peraturan Kepala Lembaga paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak Peraturan Presiden ini diundangkan. | ||
(2) | Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk Kontrak dan dokumen pendukung Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 untuk pendanaan yang bersumber dari APBN, dan pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara paling lama 90 ( sembilan puluh) hari terhitung sejak Peraturan Presiden ini diundangkan. | |
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai dokumen pendukung Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 untuk pendanaan yang bersumber dari APBD, dan pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang pemerintahan dalam negeri paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak Peraturan Presiden ini diundangkan. | |
(4) | Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman dan tata cara Pengadaan Barang/Jasa di Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak Peraturan Presiden ini diundangkan. | |
(5) | Ketentuan lebih lanjut mengenai penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset dan pendidikan tinggi paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak Peraturan Presiden ini diundangkan. |
Pasal 92
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 93
Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan dari Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini.
Pasal 94
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.